Ketika seseorang memikirkan distribusi barang ilegal, beberapa orang mungkin bertanya-tanya bagaimana muatan seperti itu berhasil dikirimkan secara nasional. Salah satu kasus yang sering ditemukan adalah adanya masyarakat yang menggunakan jasa ekspedisi truk untuk mengangkut barang-barang ilegal. Layanan ini memungkinkan orang untuk mengangkut barang dalam jumlah besar tanpa harus melalui bea cukai atau membayar pajak apa pun. Ini bisa berbahaya dan itulah sebabnya pihak berwenang selalu waspada terhadap jenis pengiriman ini. Salah satu kasus nyata datang dari TAM Cargo yang salah satu kendaraanya dipakai mengirimkan ganja ke Jakarta pada tahun 2019 lalu.
Baca artikel kami berikut ini jika Anda ingin mengetahui layanan pengiriman TAM Cargo dengan lebih mendalam: Tarif TAM Cargo Terdekat & Deliveree (Rekomendasi 2022)
Sat Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan menangkap seorang pengedar ganja asal Aceh yang menggunakan jasa ekspedisi untuk mengirimkan 374 kg ganja ke Jakarta pada bulan Desember 2019 lalu.
Menurut Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Bastoni Purnama di Jakarta, tersangka membawa ganja dari Aceh ke Jakarta menggunakan jasa ekspedisi TAM Cargo.
Bastoni mengatakan, ganja kering tersebut dikemas dalam wadah satu kilogram dengan lakban berwarna coklat dan siap didistribusikan. Setelah itu, mereka memasukkannya ke dalam kotak kardus besar. Untuk mengelabui petugas kargo, peti berisi ganja itu disamarkan dengan pakaian baru. Mereka mengklaim bahwa ada pakaian dalam kargo ini dan pernyataan penerimaan paket juga menyebutkan pakaian.
Paket bungkus ganja tersebut diangkut melalui jalur darat dari Aceh ke Padang, lalu ke Lampung, dan terakhir ke Merak melalui Pelabuhan Bangkahuni. Mereka dipindahkan dari Merak ke Bambu Apus, kemudian ke ‘base camp‘ TAM Cargo, di mana mereka diubah menjadi truk dan dibawa ke TKP di Griya Nira Jalan Nimun Raya Nomor 32 Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Bastoni menyebutkan, perlu ada prosedur khusus dalam ekspedisi untuk mencegah pengiriman barang terlarang seperti narkoba. Pendekatan yang dimaksud mirip dengan gadget x-ray, yaitu dapat memeriksa apakah suatu paket legal atau ilegal ketika dibungkus atau ditutup.
Ia menjelaskan, karena keadaan barang sudah dikemas dan disegel, ekspedisi seringkali tidak selalu melihat atau membuka kargo yang bersangkutan.
Bastoni menjelaskan, jika ada yang mengetahui ada peredaran narkoba di sekitar dan tidak melapor, itu juga termasuk kriminal. Namun untuk saat ini polisi masih melakukan penyelidikan dari sisi kargo.
Baca juga: TAM Cargo dalam Pertahankan Daya Saing di Industri Logistik Indonesia
Asperindo (Asosiasi Pengusaha Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia) kini mengimbau perusahaan ekspedisi untuk ekstra waspada terhadap barang-barang mencurigakan. Pasalnya, jasa pengiriman parsel kerap digunakan untuk menyelundupkan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Ahmad Supriatna, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur, mengingatkan penyelundupan narkoba melalui jasa pengiriman paket merupakan hal biasa. Oleh karena itu, ia berharap dapat menggunakan forum untuk menyebarkan info tentang cara mengidentifikasi parsel yang meragukan agar tidak disalahgunakan.
Diskominfo Jatim mengundang nara sumber dari Polda Jatim untuk berbicara tentang sanksi dan pencegahan pengiriman paket yang tidak sah selama sosialisasi. Menurut Ahmad, berbagai cara dilakukan pengedar narkoba berdasarkan informasi dari polisi. Ia mengatakan bahwa paket sering dikirim via ekspedisi darat, laut, dan udara untuk jasa pengiriman produk.
Penyelundupan terutama dilakukan oleh pengedar melalui kurir, dan melibatkan penyimpanan berbagai jenis narkotika, seperti metamfetamin, ganja, heroin, dan ekstasi, dalam berbagai metode. Misalnya, penyimpanan ke dalam rongga perut dengan memakan kapsul yang ditempelkan di badan, perut, dan paha serta dimasukkan ke dalam sepatu, mainan bayi, boneka, tas, dan buku.
Mereka yang kedapatan menguasai atau memiliki narkotika dijerat dengan Pasal 111-112 dan dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun, serta denda Rp. 8 miliar, sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pengedar dapat dijerat dengan Pasal 114, yang diancam dengan hukuman 5-20 tahun penjara dan denda Rp. 10 miliar denda. Sedangkan bagi yang membuat narkotika akan dijerat dengan Pasal 113 dengan ancaman hukuman 5-20 tahun penjara dan denda Rp. 10 miliar.
Ia menambahkan, kebutuhan sosialisasi bagi pengusaha jasa ekspedisi ini merupakan akibat dari diterbitkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Sub Bidang Pos dan Telekomunikasi. Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi bertanggung jawab atas pengelolaan jasa titipan untuk kantor pusat, sesuai dengan Keputusan Menteri. Pemerintah provinsi bertanggung jawab atas pengelolaan kantor cabang, sedangkan pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab atas kantor dinas.
Menurut dia, penyelenggaraan seminar dan sosialisasi ini merupakan wujud komitmen pemerintah daerah untuk memberikan pembinaan kepada pengusaha yang diserahi jasa, sebagaimana diatur dalam Permenkominfo. Oleh karena itu, antisipasi dan pencegahan peredaran narkotika menggunakan jasa konsinyasi kini harus mulai dikurangi dengan menawarkan pengetahuan tentang cara mengenali paket mencurigakan.
Baca juga: TAM Cargo & Jasa Trucking Lainnya Menang Kompetisi Telematics Hino