Kawasan Asia Pasifik menjadi pasar regional terbesar untuk kontrak logistik, melampaui Eropa pada tahun lalu. Pasar kontrak logistik dunia mencatat pertumbuhan sebesar 3,9% di 2016, atau meningkat dari angka 3,7% pada 2015. Asia Pasifik menyalip Eropa sebagai pasar terbesar untuk kontrak logistik. Sementara itu, 7 dari 10 pasar terbesar di dunia mengalami penurunan pada tahun 2015. Berdasarkan laporan terbaru yang dikeluarkan Transport Intelligence (Ti), pasar kontrak logistik secara keseluruhan diperkirakan tumbuh sebesar 3,9% di tahun 2016.
Meskipun pertumbuhan global terjadi secara pesat dalam periode di atas, banyak pasar negara maju yang justru mengalami kesulitan untuk menyamakan angka pertumbuhan pasar kontrak logistik mereka di tahun 2015. Hal ini tercermin dari tren ekonomi global, dimana tingkat pertumbuhan di negara-negara maju cenderung melambat. Para analis menyatakan “cukup mudah” untuk mendefinisikan bahwa tren ini merupakan dampak dari berbagai peristiwa politik global, seperti pemilihan umum Presiden AS serta peristiwa ‘Brexit’.
Pada 2016, Barack Obama masih menjabat sebagai presiden AS dan Uni Eropa masih memiliki 28 negara anggota. Namun, upah, produktivitas dan pertumbuhan konsumsi yang rendah, berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi global. Lemahnya penjualan ritel serta menurunnya pertumbuhan produksi manufaktur juga berdampak besar pada pasar kontrak logistik.
“Pertumbuhan produksi manufaktur dan penjualan ritel tetap menjadi faktor pendorong utama pasar kontrak logistik,” kata Ekonom Ti, David Buckby. “Ekspansi manufaktur di negara maju masih sangat lemah, sementara di Asia sangatlah kuat, termasuk di Tiongkok dengan angka pertumbuhan yang paling tinggi. Ritel merupakan sebuah kasus yang berbeda. Sampai pada batasan tertentu, e-commerce telah ‘menyelamatkan’ kontrak logistik di negara maju. Saya berharap tren ini terus berlangsung untuk memperkuat sektor kontrak logistik, setidaknya untuk beberapa tahun ke depan”.
Secara keseluruhan, informasi ini menyimpulkan tantangan pasar kontrak logistik secara umum pada tahun 2016. Tidak bisa dipungkiri, pasar kontrak logistik adalah peluang yang terkait dengan struktur ritel, yang dikembangkan untuk perusahaan besar yang berkeinginan untuk memperoleh efisiensi operasional dan meningkatkan layanannya.
Sementara itu, pasar di negara berkembang malah mengambil porsi yang jauh lebih besar. Hal ini didukung oleh fakta bahwa pada 2016 Asia Pasifik menyalip Eropa sebagai kawasan dengan pasar regional terbesar untuk logistik kontrak.
Menurut analis Ti, kekuatan Asia Pasifik dihasilkan oleh sejumlah faktor. Di antaranya pertumbuhan ekonomi yang kuat dan ditambah dengan formalisasi ritel yang berkelanjutan (berkat peningkatan “disposable income”), yang memperkuat kontrak logistik si sektor ritel.
Perusahaan manufaktur multinasional saat ini juga semakin mempertimbangkan opsi di luar Tiongkok (terutama di wilayah ASEAN) sebagai lokasi produksi. Hal ini terkait dengan upah tenaga kerja yang jauh lebih murah, sehingga memicu kontrak logistik di sektor manufaktur berkembang pesat di kawasan ini.
Meskipun terjadi kenaikan upah, kekuatan industri manufaktur di Tiongkok masih tidak bisa diabaikan. Ditambahkan oleh analis Ti, meskipun biaya industri manufaktur semakin tinggi, Tiongkok mampu mengimbangi hal tersebut dengan peningkatann kualitas produksi yang dihasilkan.
Di tengah pertumbuhan ritel dan produksi manufaktur yang stagnan di Eropa, Asia justru mengambil keuntungan yang mendorong pertumbuhan pasar global secara keseluruhan.
Tren ini pun terus berlanjut dalam jangka menengah. Secara keseluruhan, pasar kontrak logistik di tingkat global diprediksi tumbuh sebesar 4.8% pada Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (CAGR) periode 2016-2020. Tingkat pertumbuhan ekonomi di negara maju pun diperkirakan akan sedikit meningkat, dan bahkan melampaui pertumbuhan di negara berkembang. Hal ini bukanlah barang baru namun inilah kenyataan yang harus dihadapi pasar.
3PLs (Third Party Logistics) di negara maju perlu memperhatikan berbagai aspek untuk memperbaiki layanan mereka demi mencapai pertumbuhan yang lebih baik. Mereka perlu membahas kebutuhan perusahaan ritel yang menjual barang mereka secara online dan sebagainya. Mereka juga perlu untuk beradaptasi dengan teknologi terkini, menggabungkan teknik-teknik yang lebih baik dan lebih cepat dari para kompetitor, serta mempertimbangkan dampak lingkungan.
Sementara itu di pasar negara berkembang, peningkatan pertumbuhan seharusnya jauh lebih sederhana, setidaknya secara teori. Tingginya angka pertumbuhan penjualan manufaktur & ritel ditambah dengan meningkatnya kebutuhan outsourcing merupakan faktor yang jauh lebih menguntungkan dibandingkan negara-negara maju. Tantangan yang akan dihadapi adalah beroperasi dengan sukses di lingkungan logistik dan rantai pasokan yang bersifat fluktuatif.
Seorang analis terkemuka mencatat bahwa salah satu hambatan yang ada di kawasan ASEAN adalah buruknya infrastruktur rantai pasokan—yang apabila tidak dibenahi dalam wkatu dekat, maka akan menghambat pertumbuhan di masa mendatang.
Richard Armstrong, chairman lembaga riset dan konsultan 3PL (Third Party Logistics), Armstrong and Associates berpendapat bahwa beberapa penyedia logistik terkemuka dapat membantu perusahaan penyedia jasa logistik asal AS untuk melakukan ekspansi bisnis di ASEAN, sementara pemerintah daerah setempat berusaha untuk membangun lebih banyak jaringan transportasi.
“Kami menyarankan agar perusahaan penyedia jasa logistik asal AS untuk membangun jaringan di ASEAN dengan menjalin kerjasama dengan beragam 3PL terkemuka di kawasan ini,” ujar Armstrong. “Konsumen juga diharuskan untuk mengecek perusahaan mana yang memperluas jaringan dan layanan LCL (Less Container Load) mereka tahun ini”.