Your browser does not support JavaScript!

Jakarta Wajib Antisipasi Era “Mega-Ships”

By - March 16, 2018


The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang berafiliasi dengan International Transport Forum (ITF) merilis laporan berjudul “The Impact of Mega-Ships: The Case of Jakarta”. Laporan ini berisi tentang upaya yang harus dipersiapkan oleh Pelabuhan Tanjung Priok dalam mengantisipasi kehadiran kapal ukuran besar, atau biasa disebut mega-ships.

Hal utama yang menjadi fokus perhatian ITF adalah menonaktifkan asas cabotage secara efektif. Selain itu, ITF juga merekomendasikan hal lain seperti proyek Tanjung Priuk yang baru dikerjakan secara teliti & hati-hati, mendorong investasi pada pelabuhan lain di Indonesia, membuka transportasi barang lokal ke jalur pelayaran internasional, dan mengurai hambatan yang terjadi di luar pelabuhan guna peningkatan efisiensi rantai pasokan.

ITF, yang merupakan organisasi antar negara, bertindak sebagai lembaga riset dan kebijakan perihal kebijakan transportasi di tingkat global. Secara administratif, ITF terintegrasi dengan OECD. Namun secara otonomi politik, ada pejabat terkait yang mengurusi lembaga ini.

ITF sangat jarang mengeluarkan laporan semacam ini. Namun berdasarkan hasil laporan tersebut, ITF menunjukkan bawah lembaganya memberikan perhatian besar terhadap langkah yang harus dipersiapkan industri pelayaran dan pelabuhan di Indonesia guna menghadapi era mega-ship di masa mendatang.

Dari keempat himbauan tersebut, ITF menyatakan bahwa apa yang disampaikan merupakan analisa terhadap kapasitas pelabuhan dengan peningkatan transaksi di Indonesia. Hal ini merupakan peringatan atas kejadian yang mungkin saja terjadi di Jakarta yakni ketika jumlah peti kemas menurun. Dikhawatirkan, terminal baru akan mengalami kelebihan volume. Oleh karena itu, ITF menekankan pentingnya agar proyek peningkatan kapasitas terminal dikerjakan dengan teliti dan hati-hati.

(Pemerintah Indonesia saat ini sedang mengerjakan proyek perluasan Pelabuhan Tanjung Priok (New Priok) dalam dua tahap. Tahap pertama difokuskan pada pembangunan tiga terminal kontainer baru dan dua terminal bulk cair. Kemudian, terminal kontainer lainnya akan dibangun pada tahap kedua. Apabila proyek ini rampung sesuai dengan rencana di tahun 2023, Pelabuhan New Priok akan memiliki kapasitas total sebesar 12,5 juta TEUs per tahun.)

ITF menekankan kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan proses perencanaan yang lebih matang. Melihat potensi pertumbuhan atas kargo kontainer di Indonesia pada masa mendatang, proses pengerjaan proyek perlu ditinjau kembali guna menghindari terminal mengalami oversupply.

Kemudian, berkaitan dengan masukan kedua yakni perihal investasi di pelabuhan lain di wilayah Indonesia, ITF memandang bahwa ada banyak pelayaran internasional yang ingin melintasi wilayah di Indonesia. Untuk itu, ITF merasa bahwa investasi atas pelabuhan lain di wilayah Indonesia juga sangat penting untuk dapat menampung kapal kargo yang berukuran sangat besar.

Rekomendasi berikutnya yang diberikan oleh ITF adalah untuk membuka transportasi barang domestik ke jalur pelayaran internasional dengan cara merevisi asas Cabotage. Secara diplomatis, laporan tersebut menunjukkan bahwa Cabotage kemungkinan besar menghambat potensi pelayaran internasional. Masih berkaitan dengan hal di atas, ITF mencatat bahwa revisi asas cabotage dalam Hukum Maritim menjadi tantangan bagi banyak negara.

“Langkah yang perlu dilakukan adalah memberi pengecualian untuk kapal dengan kategori tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menarik kapal kapal dengan ukuran besar untuk bersandar di Jakarta dan pelabuhan lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, penghapusan asas cabotage untuk jenis kapal mega-ships penting untuk dilakukan,”

Perbaikan rantai pasokan di lokasi lain merupakan salah satu rekomendasi berikutnya. Meskipun ITF memuji langkah pemerintah Indonesia dalam memecahkan masalah dwelling time di Jakarta, ITF tetap merasa bahwa penyelesaian hambatan yang kerap terjadi di luar pelabuhan perlu dikaji secara serius dan lebih dalam. ITF menambahkan, “Misalnya, kapasitas dry port dapat ditingkatkan di berbagai area di Jakarta untuk mendukung mobilitas truk yang menuju ke area pelabuhan”.

Tanjung Priok merupakan pusat perdagangan di Indonesia. Pelabuhan ini menampung 5,5 juta TEUs (Twenty Foot Equivalent Units) pada tahun 2016. Sementara, secara keseluruhan volume kargo kontainer pada periode tahun 2000 hingga 2017 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 130%. Walaupun sempat mengalami penurunan pada 2013-2015, pertumbuhannya kembali naik sebesar 6% di tahun 2016.